Quarantine Updates #2: Self Reflection


Hari ini menandakan bulan keempat masa karantina mandiri di rumah. Di tengah masa PSBB yang simpang-siur harus gini-gitu, berikut dengan batasan yang bikin parno; saya malah merasa content. Tenang. 

It's not that I am happy all the time, but I feel OK. Fine. Meminjam istilah orang-orang stoa; netral. The absence of negative feelings is not simply positive, it's neutral instead.

Flashback beberapa bulan yang lalu, saat saya resign dari pekerjaan fulltime saya, saya kerap kali membandingkan diri dan pekerjaan freelance saya dengan teman-teman seangkatan. (Note: di mata orangtua saya, freelance berarti bukan "pekerjaan" beneran. Well..) Seringkali takut untuk keluar dari zona nyaman, karena kebutuhan primer sudah terpenuhi, sekunder juga, tersier juga. Yaudah bro. Ngapain lagi. Tapi kebutuhan utama saya untuk menjadi berguna tidak saya pertanyakan. "Menjadi berguna" disini berarti saya telah menemukan purpose yang membuat bangun pagi mudah; alhasil rasanya ngambang aja gitu, bro. 

Kalau dibandingkan dengan saat ini, situasinya masih sama, tidak banyak dampak langsung akibat COVID19. Ada beberapa perubahan seperti saya sudah tidak lagi bersama partner saya, saya catch up seperlunya dengan teman-teman saya (mungkin sekali, dua kali sebulan. Dulu mungkin bisa setiap hari), dan saya tentunya tidak keluyuran menggunakan mobil pribadi yang biasanya mengambil jatah 2-3 jam waktu commute. Saya juga mencoba mengurangi jam penggunaan sosial media saya secara sadar (dopamine reset!). Hal ini mungkin kebalikan dari saya pre-pandemi. Rumah saya kosong dan semua punya urusannya masing-masing. Saya selalu ke luar rumah setiap hari karena gak betah diam di rumah. Ada pemikiran bahwa saya harus ke luar rumah biar kesannya "sibuk".

Sekarang saya terpaksa untuk menghabiskan lebih banyak waktu dengan diri sendiri. Banyak menulis, banyak berefleksi. Belum juga tambahan waktu dengan keluarga. Saya sadar bahwa kehadiran keluarga saya lebih penting dari banyak hal. (Wow, if you were to ask me this question years earlier, you'd get an extremely different answers.)

Apa harus ada pandemi dulu sehingga saya bisa tetap mengenal diri sendiri?

Apa harus ada pandemi dulu sehingga saya stop membandingkan?

Anehnya saya merasa saat ini adalah saat terbalance dalam masa-masa adulting saya. Mungkin ritme saya terlambat, atau pelan, atau entah bagaimana; tapi saya berproses ke depan. Dan karena saat ini saya tidak terlalu terekspos dengan "The hustle culture" orang-orang kebanyakan, saya lebih yakin akan diri saya dan proses yang sedang berjalan.

Saya baru sadar, kalau merenung adalah salah satu kebutuhan utama saya. Dan masa-masa pre-pandemi tidak memaksa saya untuk mengalokasikan waktu saya untuk merenung. 

Oftentimes when you have a head full of thoughts like mine, you'll cram so many things to do and promises until you're left with no space. Everythings are urgent (!). I am now trying to give myself space and find balance.

It's a blessing in disguise and I hope you do find what your mind needs during this time.

Tasya.



Post a Comment

0 Comments